Baik itu Baik...
 Oleh Minie Kholik
Seorang
 lelaki yang berusia senja melangkah pergi meninggalkan kamar beraroma 
lisol  setelah  meninggalkan senyum ke arahku terlebih dulu. Lelaki  itu
 adalah kakekku, mantan suami dari nenekku  yang saat ini terbaring di 
atas ranjang berwarna krem dengan variasi beberapa garis  vertikal 
coklat tua di bagian tengahnya. Sudah beberapa kali dalam sebulan ini 
beliau datang menjenguk nenek. Aku menatap lekat wanita yang berjalan 
disampingnya, meskipun sudah tua dia terlihat segar dengan porsi tubuh 
subur. Seandainya nenekku tidak sakit mungkin lebih cantik dari dirinya,
 dia adalah istri kedua kakekku yang juga kupanggil nenek. Toh, beliau 
juga baik padaku dan juga seluruh keluarga. Dan aku tidak perlu 
membencinya karena dia telah memberikan kebahagiaan pada kakek. Padahal 
40 tahun silam mereka sempat dijodohkan tapi kakek menolak karena lebih 
mencintai kekasihnya yaitu nenekku yang sedang sakit itu. Tapi Allah 
berkehendak lain ternyata pada akhirnya mereka disatukan juga.
"Kau
 harus menikah dengan lelaki yang benar-benar mencintaimu, Maya" ucapan 
tanteku barusan, mengalihkan perhatianku dari dua sosok yang keluar 
tadi. Sepertinya Tante Fatma tahu kalau aku sedang berpikir tentang 
kakek dan nenek.
"Saya selalu berpikir bagaimana menjadi 
istri yang baik, tapi tidak tahu bagaimana cara mendapatkan suami yang 
baik, Tante," Ungkapanku  itu terdengar lebih seperti curhat.
"Yah,
 kau benar. Kau lihat Eyangmu,  dulu mereka menikah karena saling 
mencintai. Bahkan rela melarikan diri dari rumah demi eyang kakungmu 
itu..." kupandangi wajah  yang sedang tertidur lalu beralih ke arah 
wanita muda yang selalu terlihat rapi dan cantik. Dengan kecantikan yang
 ia miliki telah dengan mudah ia mendapatkan Om Reza, seorang pengusaha 
dari keluarga terhormat.Tante Fatma menuang air minum ke dalam gelas 
lalu meneguknya. "...tapi kau lihat buktinya sekarang. Dia menikah lagi 
karena Eyang Putri sudah lumpuh, you see?" lanjutnya.
Bisa
 kutangkap nada kekecewaan dari ucapannya. Yah, nenekku sekarang sudah 
lumpuh karena struk sejak 17 tahun lalu. Ah, lalu lelaki seperti apakah 
yang sanggup diandalkan? lalu bagaimanakah perjalanan hidupku setelah 
menikah nanti? sepertinya rencana Tuhan jauh lebih kuat untuk diandalkan
 daripada menerka sesuatu yang belum ketahuan.
"Lalu bagaimana acara pernikahanmu dengan kekasihmu itu, May?"
Aku tersentak dengan pertanyaan Tante Fatma, sedikit gugup aku menjawab "Masih dalam proses persiapan, Tante."
Kekasih?
 benarkah lelaki itu bisa kuanggap kekasih? bahkan kami bertemupun 
hanya  sekali. Hanya karena ia putra dari sahabat ayahku maka mereka 
menganggap lelaki itu paling pantas untukku.
Setidaknya 
dia tidak seperti Datuk Maringgih karena lelaki itu benar-benar terbaik 
dari pilihan orang tuaku semoga juga dari Allah. "Wanita yang baik untuk
 lelaki yang baik," Ucapan bapak selalu menari-nari di otakku, yang 
memang telah tercantum dalam surat An Nur.Dari kisah pernikahan Nenek 
dan Kakekku membuat aku berfikir bahwasannya setelah usaha dan do'a 
biarkan semuanya berjalan seperti kehendak-Nya.
Dan 
sesungguhnya Kami telah  menurunkan kepada kamu ayat-ayat yang memberi 
penerangan, dan  contoh-contoh dari orang-orang yang terdahulu sebelum 
kamu dan pelajaran  bagi orang-orang yang bertakwa. (An-Nur :34)
MK, Taipe, 17/02/2011
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar