Berawal dari sebuah tayangan di televisi yang menggambarkan kehidupan antara dua binatang yaitu antara seekor anjing dan seekor kucing yang sedang bercengkrama begitu rukunnya. Sejak kecil saya sudah sering mendengar perumpamaan yang berbunyi " kaya asu karo kucing" yang artinya seperti anjing dan kucing. Istilah itu hanya menggambarkan antara dua orang yang selalu bertengkar. Konon anjing dengan kucing itu tak pernah akur. Tapi anggapan itu pupus setelah saya melihat sendiri . Gambaran seekor anjing dan kucing yang sedang bercengkrama dengan damainya. Lalu bagaimana dengan anggapan anjing dan kucing yang tercipta dahulu apakah beralih artinya...
Masalahnya binatang saja mampu merubah paradigma. Bagaimana dengan manusia. Setelah saya menonton siaran yang menggambarkan bagaimana berlangsungnya kerusuhan di Koja saya semakin merasa bahwa kita manusia telah kalah. Kalah menjadi manusia. Yang sesungguhnya jauh lebih mulia dari makhluk lainnya. Kenyataannya kita sebagai manusia tidak berpikir sebagaimana layaknya. Hal yang sesungguhnya bisa diselesaikan secara baik-baik harus dilalui dengan kekerasan yang memakan korban. Setelah korban nyawa dan banyaknya yang terluka keputusan akhir didapat dari hasil musyawarah. Kenapa tidak dari sebelumnya…
Pernahkah bangsa kita belajar dan mempelajari pengalaman yang pernah dilalui. Dari peristiwa reformasi hingga koja saat ini. Terlalu banyak korban nyawa untuk dalih membela. Membela siapa? Membela yang berkepintingan. Bagaimana para pejabat yang dianggap lebih baik dari pilihan terbaik nyatanya malah tidak mampu jadi mediasi yang baik. Banyaknya korupsi pajak yang ternyata juga dilakukan oleh badan-badan pajak itu sendiri. Lalu benarkah Negara kita miskin? Tidak. Negara kita hanya miskin moral dan kesadaran. Menghalalkan segala cara demi kepenting satu pihak, untuk pribadi, tanpa berpikir sebab dan akibat yang ditimbulkannya.
Peristiwa Tanjung Priok bukan untuk pertama kalinya peristiwa serupa justru telah terjadi berulangkali. Bodohkah, atau serakahkah? Khilafkah, tapi kenapa diulang-ulang. Kenapa tempat itu dijadikan cagar alam setelah banyak korban. Betapa mereka sangat gegabah dalam megambil keputusan. Cobalah berpikir secara bijak. Bagaimana nasib generasi selanjutnya kalau yang diwariskan hanya kerusakan demi kerusakan. Binatang saja mampu merubah tabiat, kenapa manusia justru sebaliknya. Kita harus berselisih dengan sesama manusia, bahkan satu negara. Tidakkah merasa rugi.
Berhentilah merusak citra negri sendiri... Save our Country
MK 22 April 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar