SELAMAT DATANG DI DUNIA SAYA

Dunia saya adalah tentang apa yang saya sukai dan menyukai saya;...
Tampilkan postingan dengan label Cerpen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerpen. Tampilkan semua postingan

Jumat, 24 Agustus 2012

Mungkin

Sekali lagi aku melirik album bersampul merah jambu, tergeletak tak jauh dari rak sepatu. Milikmu. Mungkin persembahan, atau sebuah alarm yang akan mengingatkanmu tentang sesuatu. Dibaca mengenang. Sekali lagi aku tertarik membukanya. Karena segala sesuatu tentangmu aku ingin tahu. Padahal aku tahu pasti mungkin aku pun akan terluka karenanya. Tapi masih saja aku menikmati sensasinya, perih.


Tak ada aku di dalamnya. Aku ingin kau membakarnya, tanpa kuminta. Apakah kau kuasa? Ah mungkin kau tidak mungkin melakukannya. Karena mungkin kau tak bisa bertahan tanpa mengenangnya. Seperti aku tak bisa bertahan tanpa dirimu. Apakah aku harus berterimakasih pada album ini? Entahlah. Tunggu waktu hingga mungkin aku akan lenyap dan mengabu.


Suatu hari mungkin kau akan membuatkan album serupa untuk mengingatku. Mungkin...


MK,Gumelar 24/08/2012


Rabu, 18 Juli 2012

FIKSI MINI: Juli

Di Atas Panggung

Terangnya lampu yang menyorot ke arah
panggung, membuatnya seperti bidadari yang baru
turun dari atas awan. Ia mulai mengatur napas
agar tidak terlihat gugup. Ia merasa sepatu baru
dan gaun yang baru saja diambil dari tukang jahit
oleh kakaknya sore tadi, telah membuatnya makin
cantik meski tanpa lengan kanan.

MK, Gumelar 17/072012

Kamis, 29 Maret 2012

Kiriman Cerita Event FF Tema "Mak Comblang"

Semua cerita di bawah ini adalah hasil copas asli dari karya yang masuk dari peserta, tanpa saya ubah sedikitpun, baik EyD maupun isi.

1. Kiriman dari Anna Lulus :

a.  Cerita Pertama (tanpa judul)

"Dengar Na, kamu harus percaya dengan kata-kataku. Aku lihat dengan mata kepalaku sendiri kalau Yustina kemarin diantar pulang sama Pras naik Ninja merahnya." ujar minie sambil berusaha mensejajarkan langkahnya dengan langkahku.

"Kamu salah lihat kali, makanya kacamatamu dipakai yang bener."

"Ya ampun Na, aku gak bohong, Yustina sama Pras!! Oh My God!! Sampai pegangan tangan segala." sergah mini lagi.

"Dengar Minie, Yustina tuh sahabat aku, kami sudah kaya saudara, kamu jangan bikin fitnah deh! Dasar tukang gosip."
Aku berkata dengan nada tinggi, lalu segera pergi menjauh meninggalkan Minie yang bengong. Aku kesal mendengar ocehan Minie yang seolah-olah menuduh Yustina. Dia seperti berusaha merusak persahabatan kami. Kupercepat langkahku di koridor, aku harus segera ke perpustakaan ada beberapa buku yang harus aku pinjam untuk bahan referensi. Tapi, saat melewati lab bahasa aku mendengar suara yang sangat aku kenal, Yustina.

"Jadi kita jadian Pras?"

"Iya Yust, kamu mau kan jadi cewekku. Aku begitu tersanjung banget sama hadiahmu kemarin. Ternyata cake strawberry buatan kamu enak banget."

Deg! Cake strawberry? Itukan cake yang aku buat dan aku suruh Yustina untuk memberikan kepada Pras sebagai ucapan rasa terimakasihku karena Pras telah menolongku sewaktu aku pingsan. Dan Yustina tahu kalau aku setengah mati jatuh cinta sama ksatria itu. Ah!

b. Cerita Ke 2


Belakangan ini aku mendapat gelar baru. Gelar yang dianugerahkan oleh teman-teman dan disematkan di belakang namaku. Anna Sang Mak Comblang, tak berlebihan, buktinya dalam dua bulan aku telah mampu menjodohkan tujuh pasangan. Aku turut berbahagia, bukan hanya karena pasangan-pasangan itu bahagia, tapi karena aku mendapat keuntungan, yaitu uang jajanku yang kian bertambah. Hanya saja yang diherankan oleh teman-teman kenapa aku sendiri sampai sekarang masih jomblo. Bagiku itu tak masalah dan aku tetap bahagia menjalani hari-hariku.

Sore itu setelah kelas usai aku duduk sendiri di bawah pohon akasia yang cukup rindang, aku masih menunggu Jay, sahabatku yang masih rapat dengan anggota kepecintaalaman yang lain. Seorang cowok sederhana bermata teduh dengan alis hitam memanjang yang membuat wajah sederhananya kian terlihat tampan datang menghampiriku. Pras nama cowok itu.

"Na, tolong cariin pacar dong" Pintanya memelas.

"Mau yang kaya apa? Ada Minie yang manis dan pinter nulis, ada Riris yang seksi, ada Yustina yang galak tapi kocak, ada Zahra yang pinter ngaji atau Ayya yang jago main qasidah" ujarku bersemangat mempromosikan teman-teman sekelasku yang nasibnya masih sama denganku, jomblo.

"Yang biasa aja deh, gak usah yang aneh-aneh." katanya pasrah dengan tampang nelangsa

"Kalau gitu sama Riris aja, dia juga lagi cowok. Ntar malam kalian ketemuan di Cafe Olala jam tujuh malam, oh ya jangan lupa bawa setangkai mawar putih buat nge-date yang pertama, Riris tuh suka mawar putih sama kaya seleraku." kataku cepat.

"Oke. Thank's Na." ujarnya sambil berlalu.

Aku menghubungi Riris. Dan Riris meng-iya-kan. Ah, terbayang dimataku uang jajanku bertambah dan itu berarti tiket konser Lady Gaga sudah di depan mata. Yes!.
Malam itu aku telah siap. Kuhubungi Hp Riris, tapi tidak aktif. Aku was-was, mungkin dia sudah menuju cafe, lalu aku menyusulnya, tapi aneh cafenya tutup. Oh God! Bisa kacau nih. Saat aku mencoba menghubungi Pras, tiba-tiba pintu cafe terbuka dan lampu begitu terang menyala. Aku terkejut karena seluruh penjuru cafe penuh mawar putih dan Pras datang menghampiriku dan membawa sekuntum mawar ditangannya lalu berujar padaku

"Na, mau kan jadi pacarku?"

"Lho?" hatiku blingsatan dan aku bingung

"Na, udah lama aku sayang sama kamu dan ini sudah aku rencanakan sama Riris"

"Hah?" aku masih bingung.




2. Kiriman Fitratul Hidayah Ayya.



Jalan Cinta


"Kenapa lagi mbak?" tanya adikku Izal membuyarkan lamunanku. Izal duduk di sebelahku.
"Mikirin Veri lagi ya?" tanyanya. Aku diam, tak menjawab.
"Buat apa lagi mbak mikirin lelaki penghianat itu? Nggak ada gunanya mbak!" ujar Izal kesal. Aku hanya diam, tak menjawab karena dia bilang memang benar. Izal memberikan bingkisan kecil padaku, dan aku menerimanya.

"Ini apa?" tanyaku.
"Titipan dari mas Fahru buat mbak" jawab Izal. Aku menatap adikku dengan penuh tanda tanya.
"Bukankah mbak bilang ingin menikah?" ujarnya. Aku terkejut.
"Kamu pikir menikah itu gampang?" sahutku
"Menikah itu nggak sulit, tergantung niatnya" ujar Izal enteng.

"Mas Fahru ingin menikah dengan mbak. Kalau mbak menyetujuinya, Ahad depan dia akan datang melamar mbak pada bapak dan ibu"
Deg!!! Serasa berhenti aliran darahku mendengarnya.

"Kalian bisa pacaran setelah menikah. Dia lelaki baik mbak, Insya Allah mas Fahru bisa menjadi imam mbak" ujar Izal.
"Kenapa dia tidak langsung bertanya pada mbak, dik?" tanyaku.
"Karna dia menghormati mbak. Nanti malam, dia akan menanyakan jawaban mbak padaku. Mbak pikirkan baik-baik, ini untuk masa depan mbak" ujar Izal kemudian meninggalkan aku sendiri di ruang keluarga. Aku tertegun. Fahru adalah sahabat adikku di pesantren, dia seusia denganku.


3. Kiriman Riris Denok

Air Mata Mini

"Gimana Na, gimana? Puisiku di terima?" tanya Andra penuh harap.
"Kamu harus tabah ya Ndra, puisimu di tolak ama Mini. Terlalu kampungan" Kata Ana, mimik lugu tapi ngarep.

"Gimana Na, Andra bilang apa?" Mini penuh harap puisi cintanya diterima sang pujaan.
"Sorry Mini, kata Andra puisimu menyakitkan." Mimik prihatin.

"Minii ... Ada hot news?" Dora ngos-ngosan. Nafasnya megap-megap.
"Apaan? kayak dikejar setan aja?
"Ikut aku, ke taman, sekarang .. Cepetan?!"
"Iya, iya .. Sebentar." Sambil betulin rok mini dan sepatu hak tingginya.

Di taman.
"Thanks ya, kamu dah nerima cinta aku Na. Puisi Kupu-kupu kamu romantis banget, benar-benar gak nyangka."
"Kamu juga." Tersipu-sipu senang.

Sekonyong-konyong Mini yang melihat peristiwa itu. Tiba-tiba melepas sepatu hak tingginya, berjalan ke arah keduanya. Anna terkejut, siap-siap mau kabur.

Jarak Mini makin dekat, "Na, Ndre, selamat ya!" Kata Mini, tersenyum perih. Anna lunglai, tak percaya. Pingsan.

Mini berjalan meninggalkan. Dengan banjir air mata.
4. Kiriman Jay Wijayanti
Tega Banget Sih Elo


 "Elo sudah beli tiketnya emang?" tanya Zainal kepada sobat karibnya Erna.                         

"Tenang aja deh, gue udah beli untuk 4 orang, elo, gue dan cowok gue Supri, serta calon pemilik hati elo ntar." jawab Erna dengan ramahnya, karena seminggu yang lalu dia sudah berjanji akan mencomblangi hubungan Zainal dengan sobat akrabnya yang sudah seperti saudara sendiri.
                          "Maksud elo, si Lydia? emang dia sudah putus sama doinya?"
                          "Setahu gue sih begitu, Lydia yang bilang sendiri ama gue di telepon" jawab Erna, seakan memberikan harapan dan lampu hijau untuk seorang Zainal hinggap di hati gadis cantik itu.
                          Sore tepat pukul 17:00PM mereka berangkat bertiga, sementara Lydia datang menyusul 10 menit kemudian. Lydia kali ini datang tak sendiri, seorang lelaki gagah dan kekar yang bersamanya itu telah menggandeng tangannya menemui ketiga orang yang sempat heran dan terkejut.
                          "Lydia, elo gimana sih. Bukannya elo udah putus ama Doni seminggu yang lalu, ngapain sih elo ajak dia?" bisik Erna di samping Lydia, sembari sewot karena merasa bersalah dengan sobatnya, Zainal.
                          "Maaf banget ya, Er. Kemarin malam tuh ulang tahunnya Doni, jadi dia pengen gue balik lagi sama dia. Gue juga kagak tau kenape bisa gini. Sorry banget ya?" jawab Lydia, menyesal. Erna hanya diam dan mencibir, meski tak marah namun perasaan bersalahnya pada Zainal tak dapat dia pungkiri.
                          Mereka berlima masuk ke dalam gedung bioskop, sedangkan Doni membeli tiket untuk dirinya sendiri. Dalam suasana sedikit remang dan romantis itu, Zainal hanya duduk gigit jari di belakang posisi Lydia dan Doni, sementara Erna duduk bersebelahan dengan Supri.
                          "Pengen nonjok nih kepala cowok, manas-manasin gue melulu. Nih sepatu gue siap untuk ukuran kepala elo. Sebel banget, sukanya mainin cewek. Orang sudah kagak demen, masih aja ngegombalin Lydia." gumam Zainal yang sempat terdengar oleh telinga Erna.
                          "Maafin gue dah Nal, gue yang salah udah janji ama elo mau bantuin, kagak tahunya Lydia jadian lagi." sahut Lydia memelas dengan menangkupkan kedua tangannya di depan mukanya.
 Zainal pun menoleh dan mencubit pipi Erna yang sedikit tembem itu, tujuannya hanya untuk bercanda merespon Erna.
                          "Sakit tau ah, elo sabar aja deh. Gue bakal bantu."
                          "Sabar, sabar!!! Gue nih, yang lebih sakit tau. Pengennya bahagia, malah melas banget nasib gue malam ini nemuin pemandangan menjenuhkan gini. Arrggghhh..." jawab Zainal sembari mengacakk rambut kepalanya.


5. Kiriman  Tiny Chaniago
Cinta

"Tolong berikan surat ini pada maya , ra."

Dewa menyodorkan surat bersampul biru kepadaku. Aku terbelalak. mataku melotot, dan mulut melongo. "Surat apa ini? " tanyaku sedikit berteriak sembari berjalan mengekori dewa kemeja kantin paling pojok.

"Ssttttt...jangan keras -keras. Aku tidak ingin se isi kantin ini tau kalau aku sedang jatuh cinta, ra !"
jawab dewa sedikit berbisik. sambil menghenyakkan pantatnya kebangku.

"tugasmu hanya menyampaikan surat itu kepada maya" . katanya lagi sambil memesan dua mangkok bakso kesukaan kami.

Dewa sahabatku semenjak kecil.banyak waktu yang sudah kami lalui bersama. bahyak hal yang membuat aku kagum kepadanya. Dia pelindungku dimanapun kami berada. dimana ada dewa pasti ada aku . Ah, rasanya menjadi aneh kalau sekarang tiba-tiba dewa jatuh cinta.

" ka..kamu serius wa? " aku berusaha meyakinkan kembali apa yang baru saja ku dengar.

" iya ra, aku serius. sudah semenjak lama aku memendam rasa kepadanya. Aku mencintainya ra, sungguh. Tolong bantu aku mendapatkan cinta maya ra..."
Dewa memohon, tangannya menggenggam tanganku erat.

Aku mengangguk. Sambil ku aduk -aduk semangkok bakso yang hampir dingin. Aku tau persis, bahwa Maya juga mempunyai perasaan yang sama seperti yang dirasakan sahabatku dewa. Bisa ku baca dari gerak -gerik maya selama ini.

Suasana makan siang kali ini hening. Dewa lebih banyak diam. Efek jatuh cinta menurutku.Dan aku? akupun diam. Hanya masing-masing kami yang tau, apa yang sedang kami fikirkan.

"tapi aku tidak bisa menjamin bahwa maya akan membalas cintamu wa"
Kataku sedikit mencairkan suasana, sambil menyudahi makan siang kami. bel berbunyi.Dewa tak sempat menjawab.karna kami harus buru-buru masuk kelas.


***

Di Toilet sekolah.
Ku keluarkan Amplop berwarna biru itu dari dalam tas ku, ku timang sesaat, lalu kuremas - remas dan kumasukkan kedalam tong sampah.

Maafkan aku dewa, Aku mencintaimu.

6 .Kiriman Tithatutiti Cayank Pusmeongmeong

GBMC
(gue bukan mak comblang)

Suatu hari di kelas IPA 2....
Seorang gadis cantik berambut panjang sedang senyum-senyum sendiri di bangkunya,membuat sahabatnya yang sedikit tomboy bingung"loe kenapa Ri,kayanya seneng banget gitu...?!"
"gimana gue ga seneng Ma,hari nich Ricky senyum ke gue."
"gila loe,cuma dapet senyum dari si Ricky doank,sampe kaya orang setres gini."
"ach,loe Ma...makanya buka hati loe biar bisa rasain indahnya cinta kaya gue."
"pintu kali di buka"mendengar jawaban sahabatnya Riri tertawa,kemudian
"Oiya,,,loe kan deket tuch sama Ricky,gimana kalau loe bantuin gue ?"
"maksudnya bantuin apaan ?"sebelum bicara Riri memasang senyum termuaniz yang sempat membuat Rima takut"Ma...comblangin gue sama Ricky yach ?"
"ogah banget,lagian Ricky ga tertarik sama cewek kaya loe...hahaha"
"rese loe"Riri memukul Rima dengan bukunya."
"aduuh...iya,iya,gue bantu.sakit tau."
"nah gitu donk,itu baru Rima sahabat gue yang cantik.muakacih buanget ya..."
Rima dan Riri adalah sahabat baik,di mana pun dan kapan pun mereka selalu bersama.sehingga banyak yang memanggil mereka berdua dengan segudang nama panggilan.salah satunya sendal jepit di mana ada Rima pasti ada Riri.
kini sahabat baiknya sedang jatuh cinta dengan Ricky si kapten basket yang ga lain tetangganya sendiri.
* * *
Di kantin...
Meskipun Rima ga tau bagaimana caranya membuat Ricky jatuh cinta sama sahabatnya,namun ia sudah berjanji akan membantu.ia pun berpikir keras agar misinya berhasil.
di saat pikirannya sedang melayang-layang,Riri datang membawakan jus membubarkan lamunan"ngelamunin apa sich ?!"
"ga.ehh...Ri,besok gue ada latihan basket sama Rikcy.loe ikut ya..sapa tau kalian bisa tambah akrab."
"boleh juga tuch,usul loe..tapi gue seperti biasa yach ga ikut main."
"up to u...yang penting loe ikut."
"oce..." kemudian mereka pun pergi meninggalkan kantin.
* * *
Hari sabtu pagi paman matahari bersinar dengan gagahnya,membuat Riri mengeluarkan payung Hello Kity yang setiap hari ia simpan di dalam tas merah mudanya.Seperti yang di katakan Rima hari ini dia,Ricky dan kawan-kawan anggota basketnya akan latihan,di mulai dari jam 09:00~11:30 siang.Ketika latihan udah kelar Ricky menghampiri Rima yang sedang duduk dengan Riri."aduuh..Ma,si Ricky lagi berjalan ke arah kita.gimana donk?!"
"loe sante aja,jangan salting gitu."Ricky yang sudah berdiri di hadapan mereka langsung menyapa"Ma,besok ada acara ga ?"
"emang napa ?"
"kalau ga da,jam 10:00 pagi loe temenin gue ambil foto kaya biasa yach"kali ini Rima tidak langsung menjawab tapi berpikir sejenak,besok gue emang ga da acara tapi memandang wajah Riri yang seolah bicara(Ma,gue aja donk.yang temenin Ricky)Rima senyum sendiri membayangkannya.kemudian ia pun menjawab"sory Ky,gue ga bisa.besok udah ada janji.gimana kalau Riri aja yang temenin loe,doi tau banyak loch tempat yang seru buat di ambil gambarnya ?!"lalu Ricky beralih bicara sama Riri"emang besok loe ga da acara ?"sedangkan Riri yang di tanya diam aja,memandang wajah Ricky sambil senyum-senyum sendiri.Mengetahui sahabatnya melamun,Rima menginjak kakinya"awh,loe apa-apaan sich,sakit tau !"
"lagian loe di tanya bukannya jawab malah bengong."raut wajah Riri menjadi merah padam menahan malu.
"gimana Ri,besok loe bisa temenin gue ?"tanya Ricky ulang.
"bi...bisa donk,gue selalu ada waktu ko."
"ok,besok gue jemput di rumah loe jam 90:00."
"sip,di tunggu ya."setelah itu Ricky pamit pergi.Rima dapat melihat wajah Riri yang berseri-seri membayangkan besok bisa jalan berdua dengan Ricky.Dalam hati Rima berkata"yes,misi pertama gue sukses."
* * *
Hari senin di halaman Sekolah
Rima terlihat berjalan sendirian memasuki pintu gerbang.
"Rima...Rima."tiba-tiba terdengar suara Orang memanggilnya dari belakang,membuat ia menoleh.
"eh,Ricky...ada apa nich."
"gue mau minta tolong boleh ga ?"
"kaya ama siapa aja pake minta segala,kalau gue bisa pasti di tolongin dech."
"hehehe...tolong berikan ini sama Riri yach,bilang aja ucapan terima kasih gue karena kemarin dia udah temenin gue ambil foto."
"owh,gitu...oke ntar gue kasih ke dia."setelah itu mereka jalan bersama.Di luar dugaan kebersamaan mereka tadi telah di abadikan lewat foto oleh Mili,cewek yang mendambakan Ricky tapi sayangnya Ricky cuma menganggap dia sebatas teman.
Ketika Riri baru turun dari mobil pribadinya,Mili menghampiri dia,menunjukan hasil foto yang ia ambil barusan.melihat gambar Ricky memberikan kado kepada Rima ia langsung marah.Misi Mili menghancurkan persahabatan Rima dan Riri berhasil.
* * *
Di kelas...
Riri yang baru masuk di ruangan kelas langsung marah kepada Rima yang sedang duduk dengan kado di atas meja"loe jadi teman tega banget sich Ma,nusuk gue dari belakang."
Rima yang tidak tau apa-apa menjadi bingung"maksud loe apa Ri ?!"
Riri yang mulai menangis tetap bicara menunjukan foto kebersamaan Rima dengan Ricky"liat foto ini...loe jahat sama gue,kalau loe emang suka sama dia bilang aja jangan comblangin gue."
melihat foto itu Rima tau sahabatnya salah paham"Ri,dengerin gue,loe itu salah paham."
"salah paham gimana,ini buktinya...gue benci sama loe."kemudian Riri lari keluar dari kelas.Rima ingin mengejarnya namun ia tau itu sia-sia.
* * *
Sudah dua hari sahabat baik itu tidak saling menyapa,Rima selalu berusaha untuk menjelaskan yang sebenarnya kalau semua hanya salah paham namun Riri tidak mau mendengar.
Akhirnya Ricky turun tangan,saat Riri sedang duduk di kelas Ricky menghampirinya"Ri...boleh gue bicara ?"
"mau bicara apa loe,mau kasih tau kalau loe udah jadian sama Rima ?"
"bukan itu..."Ricky diam sejenak.
"lalu..."Riri mulai penasaran.
"gue sayang sama loe Ri,sebenarnya kado yang gue kasih ke Rima itu buat loe,gue ga tau kalau urusannya bakal jadi kaya gini...sory yach."mendengar kata-kata Ricky ia menjadi salting(salah tingkah)
"jadi maksud loe...kalian ga pacaran."Ricky menggeleng.kemudian berkata"loe maafin Rima sama gue yach."
"tapi loe,lagi ga bohongin gue kan ?"
"apa untungnya buat gue."kemudian Riri pun percaya dan resmi menjadi pacar Ricky.
Rima yang ngintip mereka dari balik pintu mulai menghampiri mereka berdua"gimana Ri...udah percaya kan kalau di antara gue dan Ricky ga da apa-apa ?"
"iya Ma,gue minta maaf"
"ok,gue maafin tapi laen kali jangan pernah mohon lagi sama gue untuk jadi comblang karena gue bukan mak comblang.
hahaha...mereka bertiga ketawa bersama,persahabatan mereka pun kembali seperti sedia kala...
SELESAI

7.  Kiriman Zuhrotul Makrifah

MAK COMBLANG ISENG

Sebelumnya sudah kukatakan pada Minie bahwa minggu besok aku ada acara dengan beberapa rekan kantor, tapi dia tetap merengek setengah memaksa untuk membantunya menyatakan cinta pada Bima A. Romeo, seorang novelis muda di kota kami yang akhir-akhir ini mulai naik daun. Dengan beralasan bahwa aku mengenal Raras, adik Bima, Minie beranggapan bahwa aku lebih mudah menjumpai Lelaki keturunan Indo-Prancis itu.
Minie menceritakan segalanya yang ia tahu tentang Bima, mulai dari karya-karyanya sampai tetek mbengek tak penting semisal jam berapa biasanya Bima bangun pagi. Aku benar-benar tak habis pikir, cinta membuat otak Minie linglung sepertinya.
"Za, ketika kau menjumpainya, tolong katakan ya, aku amat menyukainya. Aku membaca semua karyanya. Aku selalu mengikuti kegiatannya. Dan ini", dia menyerahkan sebuah kotak padaku, " tolong berikan ini padanya ya Za".
"Kenapa tak kau temui sendiri?"
"Aku grogi. Belum siap. Hehe."
Karena telah terlanjur mengiyakan permintaan Minie, sepulang ketemuan dengan rekan-rekan kantor aku langsung menuju rumah Bima, tentu dengan terlebih dahulu menelpon Raras, memastikan bahwa aku bisa bertemu dengan kakaknya. Dengan beralasan ingin menyampaikan kiriman untuk Bima, Raras bersedia menyampaikan maksud kedatanganku dan meminta Bima untuk menungguku.
Hanya sepuluh menit naik bus dan aku telah sampai di depan rumah Raras. Aku tak tahu, tiba-tiba rasa penasaran dan deg-degan muncul begitu saja. Secara, selama ini setiap aku ke rumah Raras, aku belu pernah bertemu Bima. Kata Raras, dia kuliyah di UGM dan hanya pulang tiap lebaran saja.
Aku menekan bel, tanpa kuduga seorang lelaki tegap membuka pintu. Ia tersenyum padaku.
"Zahra ya? mari masuk?". Bengong. "Hei, sini masuk__"
"Oh, iya".
"Raras barusan ditelpon Ibu suruh jemput beliau ke pasar", Bima menjelaskan, "Raras bilang kau ingin menemuiku, ada apa?"
"Emm.. Aku hanya ingin bertemu saja, selama ini aku mengagumi karya-karyamu lho. Aku membaca semua novelmu. Boleh dong pingin ketemu idolaku itu. Hehe".
Bima ternyata sangat respek ketika kuceritakan tentang antusiasmeku pada sastra, sesuatu hal yang sesungguhnya hanya aku tahu dari Minie. Obrolan kami mengalir sangat santai sampai bima menanyakan tentang bingkisan yang kubawa,
"Apa yang kau bawa Zahra? Apa itu untukku?", katanya menggoda.
"Eh, iya, sampai lupa. Aku sengaja menyiapkan bingkisan ini buatmu".
Bima tersenyum. Dan diluar dugaan dia mengecup pipiku.
"Thanks ya", katanya berbisik.
Kami semakin larut dalam obrolan seolah telah kenal lama sebelumnya. Dan sebelum pulang kami sempat bertukar nomor HP untuk melanjutkan obrolan selanjutnya. Aku tiba-tiba tak bisa mengerti apa yang kurasakan. Ah,__
Diperjalanan pulang aku sempat teringat Minie, "Ah, maafkan aku Minie. Kau yang memaksaku menemui dia, bukan? Maaf".
******
Kisah ini terispirasi lagunya POTRET "MAK COMBLANG"




 8. Kiriman Armi S. Leanis

Dicomblangi Mimpi




Bus jurusan Cilacap-Purwokerto membawaku menemui seseorang yang sering datang dalam mimpiku. Namanya Prapto. Tapi aku biasa memanggilnya mas Ato. Dia tinggi, sedikit kurus, rambut kriting, dan kulit coklat bersih. Begitu ciri-ciri yang bisa kutangkap dalam mimpi.

Seperti mimpi yang kudapat dua hari lalu. Mas Ato tiba-tiba datang ke rumahku.
"Mas, ngapain pagi-pagi ke sini?"
"Aku mau bicara penting sama kamu."
"Soal apa, Mas?" tanyaku lagi.
"Aku ingin segera melamarmu. Umurku tidak lama lagi." jawabnya dengan kepala tertunduk.
Aku terkejut, "Mas kenapa? Sakit?"

Belum sempat dia menjawab, aku terbangun.

Mimpi itulah yang membawaku menuju alamat yang tertera pada kertas di tangan.

***
Empat tahun lalu.

"Rum, kalau kamu sudah dewasa, kamu menikah dengan anak teman Bapak, ya. Dia orang Purwokerto." Begitu bapak berpesan pada suatu malam, saat usiaku baru 18 tahun.


Aku menolak dengan sopan. Bapak mengerti dan tak mau mengungkit soal perjodohan itu lagi.

Tiga tahun kemudian, saat aku baru saja membeli sebuah telepon genggam, tiba-tiba ada telepon masuk. Aku mengangkatnya dan kami pun berkenalan. Dialah mas Prapto. Dari situ awal mula aku mengenalnya. Tak butuh waktu lama untuk membuatku merasa dekat dengannya. Kenapa?

Karena hampir setiap aku memikirkan dan merindukannya, mas Ato tiba-tiba datang dalam mimpiku. Kadang dia amat menyenangkan, kadang menyebalkan, pernah juga membuatku cemburu. Aneh, semua itu seperti kenyataan.

Lalu paginya aku akan menelepon dan bercerita padanya tentang mimpi semalam. Selanjutnya dia hanya tertawa sambil berkata, "ah, itu hanya bunga tidur, dik."

Aku tak peduli itu bunga tidur atau apa. Yang jelas, mimpi dua malam lalu sangat membuatku cemas.

Aku berjalan menyusuri jalan kecil yang belum diaspal. Setelah beberapa lama, akhirnya aku menemukan rumah sederhana bercat biru. Sudah kupastikan itu benar rumah mas Ato.

Aku mengetuk pintu. Tak lama ada orang keluar. Seorang laki-laki setengah baya, seusia bapakku.

"Cari siapa, Nduk?" tanyanya kemudian.

"Maaf, mas Prapto ada, Pak?"

"Oh, ada di belakang. Ayo, silakan masuk."

Aku pun mengikutinya masuk ke dalam. Di saat itu pula aku terkejut.

"Bapak? Kenapa Bapak bisa ada di sini?"

"Rumi? Harusnya Bapak yang nanya ngapain kamu ke sini? Ini kan rumah teman Bapak yang anaknya mau dijodohkan sama kamu."

Aku dan bapak sama-sama melongo.

Lalu dalam hati aku tersenyum, belum dijodohkan juga aku sudah merasa dia jodohku, kok.

Tamat.






 9. Kiriman Lisa alissa

Kado Special Dari Mak Comblang.




Empat sekawan yang selalu akrab, kemana mana pun selalu kompak, disaat hari ulang tahunnya Jhoni mereka berempat pun hadir.
Rani adalah cewek yang paling lugu diantara ketiga temennya itu,
dan hanya Rani anggota dari 4 sekawan yang belum punya pacar.
Dan tiga personil 4 sekawan yang centi-centil itu pun merencanakan sesuatu,
ditariknya lengan siJhon, dan dibawanya Jhon kesebuah ruangan,
Empat sekawan itu memintanya untuk menunggu,
" kami akan memberikan kejutan untukmu, anda diharap bersabar ya...,karena ini adalah hadiah yang special dari kami, dihari ultahmu",
sehabis mengahiri kata-katanya 3 personil 4 sekawan itu meninggalkan Jhon di ruangan itu, hati Jhon menggunam, apa-apaan sih kalian,.
"Hey...Rani-Rani..,kesini sebentar..,"ada apaan sih..,"eh Rani bantuin kami ambil piring-piring kertas dong,"dimana ambilnya ..?,"ok sini aku kasih tahu, diruangan itu tuh...,kamu masuk saja, dan tolong bawakan piring-piring kertas itu pada kami ya..,",ok baiklah...,
Atas permintaan mereka Rani pun bergegas keruangan itu,
dibukanya pintu, dan ruangan tampak gelap itu dinyalakannya lampu, alangkah terkejutnya Rani, tatkala ada sesosok manusia didalam gudang itu," Jhon....,kamu lagi ngapain diruang gelap ini?," kamu sendiri lagi ngapain Rani?, oh aku mau ambil piring
kertas, "dimana?, "aku juga gak tahu dimana nih juga gi nyari," aku bantu ya...,mungkin diatas itu, didalam kardus itu, baiklah aku tarik kebawahya...,Jhon menarik kardus itu, entah mengapa kardus itu seperti tidak bersahabat, saat ditarik seisi kardus itu tumpah dari bawah alas kardus yang tak rapat, semua barang pun longsor habis, mainan anak-anak ratusan kelereng dan bola-bola kecil, Jhon mencoba bergerak namun kakinya yang menginjak kelereng membuat tubuhnya jadi tak seimbang dan tak sengaja menarik tangan Rani sehingga keduanya pun terjatuh, bertopangan, mendengar suara gaduh itu, semua teman yang hadir menghambur kearah sumber suara yang gaduh itu, 3 personil centil itu yang pertama masuk keruangan itu, mereka tidak memberikan pertolongan tapi malah menghadiahi dengan tepukan, " uh....ini ya kado specialmu..." ucap Jhon saat 3 personil itu datang, "lho...Jhon emang kamu nggak ngerasa kalau ini adalah sebuah hadiah yang special yang kami persiapkan untukmu, mata Jhon terbelalak, ketika iya menyadari Tubuh Rani telah menindihnya, dilemparnya kembali pandangan mata Jhon kearah 3 personil centil itu, namun gadis-gadis itu membalasnya dengan senyuman dan tepuk tangan yang diikuti oleh teman-teman yang lain," ye.....jadian..,jadian..,jadian.., Jhon pun tersenyum tersipu, dilihatnya wajah Rani yang merah merona, dan sedang berusaha bangkit dari tubuh Jhon yang dia timpah.
para teman teman dan 3 personil centil itu, membuat barisan melingkar mengelilingi Jhon dan Rani, mereka meminta untuk Jhon dan Rani untuk mengungkapkan perasaan hati mereka saat itu," Gemana Jhon dengan mu...apakah kau bersedia menjadi kekasih Rani?, Jhon pun tersenyum dan menjawab "tentu saja kenapa enggak., dan bagaimana dengan mu Rani, apakah kau menerima cinta Jhon?, Rani hanya terdiam, adegan koplak itu bener-bener membuatnya tak bisa berfikir," baiklah tak menjawab, itu berarti setuju..! mendengar seruan itu semua tangan memberikan tepukan,"cium...cium...cium..., atas permintaan halayak ramai Jhon dengan mersa mengecup bibir Rani yang makin pucat pasi.....


10. Kiriman Enna Afni


Mak Comblang Salah Orang



"Nur, kamu harus dengar aku kali ini, aku udah berhasil nyomblangin Ugi sama cowok tentangga desa yang pernah kuceritain ke kamu itu Nur, wah kata Ugi tinggal nunggu doi bilang cinta doang!" Ipah menghujani wajahku dengan air liurnya.
"Ngga nggumun, kamu kan dukun terawang, sekali jadi sepuluh ribu melayang" aku terkekeh sementara Ipah misuh-misuh.
Rencananya sore ini aku, Ipah dan Ugi akan ketemu di lapangan nonton sepak bola antar desa sekalian iseng-iseng kenalan sama calon pacar Ugi.
"Kamu pede banget si Gi, belum jadi aja udah pamer" aku sempet mencibir siang itu keki banget melihat wajah Ugi yang berbinar-binar. Atau lebih tepatnya dikit nyesel, karena tadinya aku yang mau di comblangin Ipah ke cowok itu
  Mungkin belum jodohku, aku membesarkan hati, lagian semua itu rahasia Tuhan.
 "Yono kok belum datang ya.." Ugi terlihat gelisah nggak sabaran padahal kami baru 10 menit sampai di lapangan. Aku sibuk mendengarkan nama-nama pemain sepak bola yang mulai turun ke lapangan melalui sompok speaker. "Gi, udah mau datang belum, jangan-jangan ngga jadi" aku mencoba basa-basi, nggak enak juga melihat mereka uring-uringan aku nggak ikutan.
"Ah itu dia datang! Nuri cepet sini, itu cowoknyaa..cepet lihat sini!" Ugi kelabakan sambil menarik-narik bajuku. Aku sedikit kelimpungan mencoba menyeruak dari para penonton yang mulai berdatangan.

Deg! Jantungku seperti mau copot.
Lha itu kan Agus suyono, temen kuliah kakakku, yang sebulan lalu dikenalkan padaku..yang semalam menyatakan cinta padaku.
"Nuri, mas menyayangimu, maukah Nuri jadi pacar mas. Besok mas Agus tunggu jawabanmu, mas memilihmu Nur.."

 

 


Jumat, 16 Maret 2012

Haibun : Pagar dan Jendela

Kita pernah saling terpesona dengan warna. Kau bilang warna cat pagar rumahku bagus. Lalu aku pun menanggapi dengan hal serupa mengagumi bentuk dan warna ruas jendela rumahmu. Di mana kau sering terlihat tersenyum di sana, terkadang melambaikan tangan saat aku membuka pagar rumah, aku melihatmu melongokan kepala di antara bingkainya sambil menikmati secangkir kopi yang masih mengepulkan asap. Seperti itu setiap pagi. Sebuah ritual yang entah di sengaja atau tidak menjadi suatu kebiasaan. Tak butuh status, tentang apa yang sedang kita lakukan. Kau dan aku saling peduli hanya itu yang bisa kuyakini.


Pagi kesekian, aku tak melihat senyummu di jendela itu, tak ada aroma kopi dari senyumanmu. Jendela itu masih tertutup rapat saat aku membuka gerbang, menjelang aku berangkat kerja. Ruas jendela berwarna cokelat muda itu jadi terlihat sangat biasa.


Aku mulai terbiasa berangkat kerja tanpa menoleh ke arah jendela di seberang rumah, rumahmu. Tanpa menghirup aroma kopi di pagi hari. Sesekali aku hanya menangkap embun yang masih menetes di dedaunan sisa hujan semalam.


seikat bunga
kartu berwarna biru
di depan pintu

MK, Taipei 16032012


Catatan : yang membuat haiku adalah Mas Sinyo Manteman :), saya hanya membuat  prosanya.

Rabu, 14 Maret 2012

FIKSI MINI: Maret

1.Pembunuhan

"Tak kan ada dendam di hatiku, tapi di pisau ini." Ucap perempuan berambut panjang yang mengenakan pakaian serba hitam. Secepat kilat sebilah pisau ia tancapkan tepat di jantung lelaki di hadapannya. Tubuh itu terhuyung jatuh ke lantai. Sementara wanita itu pergi dengan rasa puas saat menyaksikan lelaki yang pernah menyakitinya kini tergeletak pasrah pada maut.


MK, Taipei, 09032012.



2. Kerupuk
"Remuk loe kena gigi gue." Seru Budi berapi-api sambil makan kerupuk.
MK,11032012





3.  Balas Dendam
A: "kenapa kau tega melakukan ini padaku?"

B :"Karena kau pernah melakukan ini padaku."

   MK,11032012




4.  Wanita
"Kau bisa gunakan tubuhmu untuk melayani siapapun tanpa harus terbebani ikatan karena kau juga butuh. Itu bukan keikhlasan. Tapi ketakutan yang bodoh. Kau hanya takut jika suatu saat bertemu lelaki yang lebih baik, tapi kau tak bisa memilikinya karena kau terikat dalam suatu hubungan, yang pada akhirnya tak lagi kau butuhkan." Ucap lelaki itu sambil membetulkan kancing kemejanya. Lalu melangkah pergi meninggalkan seorang perempuan di kamar hotel murahan.


MK,11032012

5. Petaka

"Kekasihmu ingin kembali padaku, terimakasih telah membuatnya jadi lebih baik."

Tanpa sadar ia menjatuhkan ponselnya, setelah membaca pesan yang baru diterimanya.

"...sekaligus membuat diriku sendiri semakin buruk," desisnya.


MK, Taipei 14032012

Jumat, 10 Februari 2012

Cuplikan

Hatinya tercekat saat mendapati istrinya berdiri di depan pintu, lelehan airmata mengalir di kedua belah pipinya. Dia tak mengatakan apa-apa hanya tersenyum, ia yakin itu hanya untuk menyembunyikan rasa sakitnya.
Sebuah pernikahan yang hanya didasari sebuah pertanggung jawaban telah membuat mereka terdampar pada suasana rumahtangga yang entah. Tanpa cinta, hanya memperlihatkan kebahagiaan yang pura-pura.


Lelaki itu, memberikan kunci rumah mereka pada perempuan yang dulu pernah jadi kekasihnya, sekaligus masih dicintainya. Wanita itu bisa keluar masuk sesukanya. Kunci itu yang selama ini hanya mereka berdua yang tahu.

"Argh, kenapa wanita itu datang lagi? lalu aku?" Pekik perempuan yang baru saja hamil menginjak  bulan ke 2 setelah pernikahan mereka yang dilewati setahun. Ia benar-benar menangis di dalam kamar mandi. Ia tak mempermasalahkan bagaimana pernikahan itu bisa terjadi. Karena saat ini ia mulai merasa bahagia dengan kehidupannya.

Jumat, 25 Maret 2011

Baik itu Baik...

Baik itu Baik...
 Oleh Minie Kholik

Seorang lelaki yang berusia senja melangkah pergi meninggalkan kamar beraroma lisol  setelah  meninggalkan senyum ke arahku terlebih dulu. Lelaki  itu adalah kakekku, mantan suami dari nenekku  yang saat ini terbaring di atas ranjang berwarna krem dengan variasi beberapa garis  vertikal coklat tua di bagian tengahnya. Sudah beberapa kali dalam sebulan ini beliau datang menjenguk nenek. Aku menatap lekat wanita yang berjalan disampingnya, meskipun sudah tua dia terlihat segar dengan porsi tubuh subur. Seandainya nenekku tidak sakit mungkin lebih cantik dari dirinya, dia adalah istri kedua kakekku yang juga kupanggil nenek. Toh, beliau juga baik padaku dan juga seluruh keluarga. Dan aku tidak perlu membencinya karena dia telah memberikan kebahagiaan pada kakek. Padahal 40 tahun silam mereka sempat dijodohkan tapi kakek menolak karena lebih mencintai kekasihnya yaitu nenekku yang sedang sakit itu. Tapi Allah berkehendak lain ternyata pada akhirnya mereka disatukan juga.

"Kau harus menikah dengan lelaki yang benar-benar mencintaimu, Maya" ucapan tanteku barusan, mengalihkan perhatianku dari dua sosok yang keluar tadi. Sepertinya Tante Fatma tahu kalau aku sedang berpikir tentang kakek dan nenek.

"Saya selalu berpikir bagaimana menjadi istri yang baik, tapi tidak tahu bagaimana cara mendapatkan suami yang baik, Tante," Ungkapanku  itu terdengar lebih seperti curhat.

"Yah, kau benar. Kau lihat Eyangmu,  dulu mereka menikah karena saling mencintai. Bahkan rela melarikan diri dari rumah demi eyang kakungmu itu..." kupandangi wajah  yang sedang tertidur lalu beralih ke arah wanita muda yang selalu terlihat rapi dan cantik. Dengan kecantikan yang ia miliki telah dengan mudah ia mendapatkan Om Reza, seorang pengusaha dari keluarga terhormat.Tante Fatma menuang air minum ke dalam gelas lalu meneguknya. "...tapi kau lihat buktinya sekarang. Dia menikah lagi karena Eyang Putri sudah lumpuh, you see?" lanjutnya.

Bisa kutangkap nada kekecewaan dari ucapannya. Yah, nenekku sekarang sudah lumpuh karena struk sejak 17 tahun lalu. Ah, lalu lelaki seperti apakah yang sanggup diandalkan? lalu bagaimanakah perjalanan hidupku setelah menikah nanti? sepertinya rencana Tuhan jauh lebih kuat untuk diandalkan daripada menerka sesuatu yang belum ketahuan.

"Lalu bagaimana acara pernikahanmu dengan kekasihmu itu, May?"

Aku tersentak dengan pertanyaan Tante Fatma, sedikit gugup aku menjawab "Masih dalam proses persiapan, Tante."
Kekasih? benarkah lelaki itu bisa kuanggap kekasih? bahkan kami bertemupun hanya  sekali. Hanya karena ia putra dari sahabat ayahku maka mereka menganggap lelaki itu paling pantas untukku.

Setidaknya dia tidak seperti Datuk Maringgih karena lelaki itu benar-benar terbaik dari pilihan orang tuaku semoga juga dari Allah. "Wanita yang baik untuk lelaki yang baik," Ucapan bapak selalu menari-nari di otakku, yang memang telah tercantum dalam surat An Nur.Dari kisah pernikahan Nenek dan Kakekku membuat aku berfikir bahwasannya setelah usaha dan do'a biarkan semuanya berjalan seperti kehendak-Nya.

Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kamu ayat-ayat yang memberi penerangan, dan contoh-contoh dari orang-orang yang terdahulu sebelum kamu dan pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (An-Nur :34)


MK, Taipe, 17/02/2011

Senin, 10 Januari 2011

Cabe Oh Cabe

Si Otong bingung saat ibunya tiba-tiba bilang, " Nak mulai hari ini kita ngga ngemis recehan lagi." Si Otong langsung bengong, "lalu Otong harus ngemis apa, Bu?" ucapnya.

"kita ngemis cabe aja ya, Tong. Satu rumah satu biji." Mendengar jawaban ibunya membuat si Otong berdecak, " Ibuku memang cerdas" 

 

(MK)10-01-2011

Kamis, 23 Desember 2010

I Can Live Without You

Sudah berulang kali ponsel berwarna hitam di sampingku berdering memamerkan suara indah milik Kelly Clarkson yang berjudul because of you.
Telingakupun sudah mulai merasa terganggu karena meskipun sudah berulangkali bernyanyi ternyata pemilik ponsel tidak juga berniat untuk mengangkatnya. Kenapa? entahlah. Aku melirik pada layarnya yang berkedip-kedip mengeluarkan sinar. Sebuah nama tertera disana Bondan. Yang aku tahu Bondan adalah kekasih Nana pemilik ponsel ini. Dia selalu menolak untuk menjawab panggilan darinya.

"Karena gue ga mencintainya," itu yang ia ucapkan.

Begitu mudahnya ia mengatakan itu. Lalu dulu, bukankah dia menerima lelaki itu karena alasan mencintainya. Ah perasaan kenapa begitu mudah mempermainkan manusia. Begitu mudah ia berpindah dari hati yang satu ke hati yang lainnya. Bondan dengan Nana, lalu aku dengan dia (kekasihku)  pun sudah menyamai posisinya "bertepuk sebelah tangan". Hah aku menertawakan kisah ini. Tertawa...benarkah aku tertawa. Apapun alasannya ini tidak adil bagiku juga Bondan. Dulu, iya dulu saat aku tidak pernah berpikir untuk menempatkan dia dalam kehidupanku. Menjadi lebih penting, bahkan dari diriku sendiri. Mencintainya sama artinya dengan mencampakan diriku sendiri. Dan kini bahkan dia tak lagi peduli dengan diriku, disaat apa yang terjadi padanya ingin ku ketahui setiap detiknya. Dan dia tidak lagi mau tahu tentang diriku. Dia menemukan dunianya disaat aku kehilangan duniaku.

Sulit, ini lebih sulit dari saat aku menerimanya dalam kehidupanku. Tapi begitu mudah dia menghilangkan aku dari hatinya dan menggantikannya dengan hati yang lain. Kini aku harus mencari diriku sendiri yang entah kapan mampu kutemui lagi. Aku mencari ludahku sendiri yang telah menguap diterpa terik mentari. Dan dia pergi, sementara aku harus berusaha menghidupkan yang telah mati. Berbagai alasan ia kerahkan untuk menghindariku. Dia tidak lagi menganggapku penting. karena mendengar curhat orang lain ternyata jauh lebih penting buatnya. Di saat aku ingin ia lebih peduli padaku, ternyata dia jauh lebih peduli pada orang lain. Hah...menarik nafas berulang kali lalu membuangnya berulang kali pula. Hanya itu yang kadang membuatku lebih lega walaupun sesaat.


***
Hari ini kita bertemu bahkan memohonpun aku mau. Agar aku mampu menatap bola matanya yang dulu hanya terisi oleh bayanganku. Pada sebuah meja berisi menu makanan kesukaannya yang sengaja ku buat khusus menyambut kehadirannya. Hari ini dia nampak kaku tak ada lagi aku dimatanya. Sepasang mata telah menyatu disana tapi bukan mataku. Aku kalah dengan kenyataan yang menerpaku. Tuhan adilkah ini menimpaku. Saat dulu aku berusaha menerimanya dalam kehidupanku. Kini kau memindahkannya kedalam kehidupan lain. Marahkah diri-MU? selama ini aku tak menyadari betapa besar Kau menyayangiku. Dan aku tak peduli akan cintaMU.

Baiklah akan kuserahkan seluruh cintaku pada-Mu, setelah ku kembalikan dia dari kehidupanku. Lihatlah betapa nikmat ia meneguk soup buatanku. Senikmat cinta yang ia tarik dari hatiku. Kini dia memandang kearahku. Di bola matanya tak ada aku, tak ada siapapun. Bola mata itu kosong seperti tubuhnya yang telah kaku. Dia bukan lagi milikku dan tak akan jadi milik siapapun.

Kini aku hanya milik-Mu. Terimalah aku sebagai hambaMu setelah menghambakan diri padanya yang telah kubunuh karena membunuh hatiku.


MK, 2010September 1 at 11:36pm

Milionaire Wanna Be...

"Pagi, Gon!" Sapa Nana padaku.

Wajah cerah dan senyum mengembang. Tidak seperti biasannya. Aku mengerutkan dahi,aneh. Baru kemarin dia nangis-nangis, gara-gara diputus cowok-nya.

"Kok malah bengong?" ternyata dia memperhatikan aku.
Nana berbalik ke-arahku, padahal dia sudah melewati tempat aku berdiri,ia mundur beberapa langkah. Mungkin dia-pun merasa aneh, karena aku belum menjawab sapaannya.

"Eh...pagi,Na" jawabku sambil nyengir kuda yang kebayang ngga ada manisnya.

Nana sendiri malah heran dengan tingkahku. Seperti juga aku yang keheranan dengan sikapnya hari ini. Nana menaikkan kedua alisnya menatap kewajahku lalu meletakan tanganya diatas keningku. "Masih normal kok" ucapnya sambil berlalu.

Aku mencibirnya "Sial!"

Nana masuk kedalam kamar mandi; dengan handuk tersampir di pundak kirinya,rambutnya masih acak-acakkan,kaos putih celana komprang. JEBRET! suara pintu terdorong keras dari arah dalam, masih diliputi rasa heran akupun berbalik ke arah dapur mengambil minuman.

"Gon," Teriak Nana dari arah kamar mandi.

"Iyah..." Aku melongokkan kepalaku di pintu dapur.

"Loe mau beli sarapan ga?" dengan setengah berteriak Nana melambungkan suaranya lalu memantul pada dinding-dinding ruangan berwarna biru muda.

"Ya iyalah, masa yai ya dong" Jawabku asal

"Ke LA Fayette, ya?" seru-nya, yang diakhiri dengan suara guyuran air dari shower. Bertanda ia mulai mandi.

Hah, Lafayette? apa aku ngga salah dengar? tumben tuh anak mau makan di caffe, biasa juga di warung, paling banter makan di Mac Donalds. Aku menggarukkan kepalaku yang tidak terasa gatal sama sekali.

Kira-kira setelah 5 menit, Nana keluar dari kamar mandi dengan rambut basah setelah keramas. Aku duduk diatas sofa asik dengan buku Sang Pemimpi karya Andrea Hirata.

Penulis hebat yang beruntung karena memiliki pengalaman hidup yang luar biasa. Memang begitulah seharusnya manusia hidup jangan pernah mengeluh karena konon Patience is bitter plant but it has a sweet fruit benarkah? entahlah buktinnya Andrea Hirata dari sekolah SD yang ruangannya digunakan juga sebagai kandang bebek,tetap saja Dia dan kawan-kawannya tidak menyerah untuk menuntut ilmu. Apalagi temannya yang bernama Lintang benar-benar menjadi pesona dari buku yang berjudul Laskar Pelangi.

"Lho, kok belum ganti baju loe" Seru Nana setengah menjerit. Dengan tenang ku alihkan mataku dari buku menuju wajah Nana.

"Mang-nya bener mau ke Lafayette?" tanyaku lagi,hanya ingin memastikan.

"Dasar Bl09on! ya benerlah...gue yang traktir." jawabnya

Nana ngeloyor kedalam kamar tanpa memperdulikan aku yang masih melongo, layaknya sapi kehilanggan gigi.

###

LA Fayette.


Sebuah Cafe dengan tatanan Sederhana; warna hitam sebagai warna dominannya. Tidak begitu besar tapi cukup nyaman.
Kami duduk berhadapan dekat pintu masuk tepatnya disebelah kaca bagian depan. Di seberang sana, terlihat sebuah diller mobil. Dalam gedung itu dapat aku lihat berjajar deretan mobil yang masih baru. Dari sebelah kanan; BMW,BMW, BMW Oh semuanya BMW, lalu aku mendongak ke-arah papan di atas pintu masuk bertuliskan BMW. Kok, BMW semua? bodoh. Ya tentu saja BMW semua. Karena memang dillernya BMW. Aku cengar-cengir sendiri.

"Weh Bengong aja si loe..." Nana menepuk pipiku yang masih larut dengan mobil-mobil BMW.

Gertakkan Nana mengingatkan aku pada kebingunggan semula.
"Loe dapet lottre ya ,Na? tanyaku setengah berbisik.
Tapi Nana hanya senyum-senyum menggoda,malah membuatku curiga. Biasanya anak ini langsung berteriak kalau ada yang bicara tentang lottre." Sorry lah yau" itu ucapanya kalau Ayie teman kos kami menawarkan jasa untuk membeli Mark Six. Ayie memang hobi sekali pasang lottre, sayang tidak pernah jebol. Dia-lah Sang Pemimpi kami.

"Ada deh.." jawabnya penuh misteri.

"Jadi bener ya?" Desakku
"Loe mau makan apa?" tanya-nya ringan.

Nana cuek saja malah mengalihkan pembicaraan,asyik dengan buku menu di hadapannya.

"Kopi, ma sphageti aja" Jawabku hati-hati takut ditolak karena hari ini dia yang traktir.

"Ok, kalau gitu gue juga"
Eh... diluar dugaan Miss Kalkulator ini lagi murah hati.

Nana meletakan buku menu, lalu melipat kedua tangannya di atas meja.

"Gon, gue bakal kaya" ucapnya yakin.
" What , yang bener. Loe jadian sama si Bule? " Tanyaku girang.

"Ih... bukan, gue dapet e-mail nih isinya dah gue print out." Nana menyodorkan selembar kertas kehadapanku... aku membukannya hati-hati.
Seperti inilah isinnya;


United Nations Foundation,
Massachusetts Avenue, NW, Suite 400
Washington, D.C. 20036

Dear Sir/Madam,

UN Foundation Grant.>

This is to notify you that you have been chosen By the Board of trustees of the above
International (Charity & Human Developmental) Organization, as one of the final
recipients of a Cash Grant/Donation for your personal development.

The UN Foundation was created in 1998 with entrepreneur and philanthropist Ted Turners'
historic of approximately £1 Billion Pounds Sterlings gift to support UN Causes and
activities.

The UN Foundation builds and implements public-private partnerships to address the
world’s most pressing problems, and broadens support for the UN through advocacy and
public outreach. The UN Foundation is a public charity.

The Secretary-General established the United Nations Fund for International Partnerships
(UNFIP) in March 1998 to coordinate, channel and monitor contributions from the UN
Foundation. UNFIP is the central administrative vehicle within the UN system to identify
and select projects for UN Foundation funding, receive and distribute UN Foundation
funds, and monitor and evaluate the use of UN Foundation funds.

In line with the arrangements for the 10th years anniversary program this year, the UN
Foundation in conjunction with the Economic Community for West African States (ECOWAS),
United Nations Organization (UNO) and the European Union, is giving out a yearly
donation of £10.000.000.00 ( Ten Million Great British Pounds Sterlings ), as specific
Donations/Grants to 500 lucky International recipients worldwide in different categories
for their personal and community development and upliftment of their educational morale.
The objective is to make a notable change in the standard of living of people in United
Nations Member Countries.

Based on the random selection of internet WebPages and millions of Supermarket cash
invoices worldwide you were selected among the beneficiaries to receive the sum of
£500,000.00 Pounds Sterling ( Five Hundred Thousand Great British Pounds ) as
developmental aid from the UN Foundation, in accordance with the enabling act of
Parliament Be informed that the UN Foundation has been assured of highest Organization
standard courtesy of the United Nations if we can achieve a great positive change in the
general welfare of the universe through this program.

Beneficiaries have been chosen from every UN Member Nation from all Continents. The idea
of this donation is that within ten years from now, there will be notable wealth among
many unusual people around the world. This will give everyone the opportunity to improve
their standards of living. It’s important to note that you will only be chosen to
receive the donation once, which implies that subsequent yearly donation will not get to
you again.

The BRITISH NUTRITION FOUNDATION has been appointed to oversee this development affair

You are required to expeditiously Contact the Executive Secretary of the British
Nutrition Foundation with the details below for documentation and processing of the
release of your cash aid, between the hours of 8.00am - 7.00pm on Monday through Saturday.

Please endeavor to quote your Qualification numbers (UNF-816-7779, G-700-14) in all
discussions.

Executive Secretary; British Nutrition Foundation. Mr. Martin Davis
Email: martin_davis1290@live.com
Telephone: +44 702 405 1769

Please note that the release of your cash aid/donations is to be administered by The
British Nutrition Foundation under delegated powers from the UN Foundation.

You are hereby advised to keep this whole information confidential until your donations
have been duly remitted to you. There have been many cases of double and unqualified
claim, due to beneficiaries divulging details of donations to third parties.

On behalf of the Board,

Yours Faithfully,

Timothy E. Wirth
President,
United Nations Foundation.

--
This message has been scanned for viruses and
dangerous content by MailScanner, and is
believed to be clean.


Garuk-garuk kepala, aku sendiri tidak tahu banyak tentang bahasa inggris tapi dengan bantuan kamus aku bisa mengartikannya. Seperti halnya kamus juga bisa menolong. Massa aku tidak bisa menolong sahabatku dari penipu yang berkedok, seperti pengirim e-mail ini.

Aku membalik kertas itu lalu memandang kearah Nana yang masih nampak senang dengan kedatangan E-mail dari makhluk biadab.

Bagaimana carannya agar aku tidak melukai hatinnya.

"Na, kasian deh loe..."Ucapku hanya dalam hati..

Adalah Kamu

Irvan menghentikan mobilnya di pinggir jalan, tak jauh dari sebatang pohon besar yang sudah dikuasai oleh tanaman benalu. Sudah tak jelas pohon apakah sesungguhnya, karena daunya sudah berupa-rupa ragamnya. Sementara tepat di sebelah kiri Toyota jazz merah miliknya di parkir, terdapat sebuah bendungan yang mengeluarkan suara gelegar. Karena arus air menghantam dinding bendungan. Bendungan itu digunakan sebagai sarana pengairan sawah yang ada di sekelilingnya. Yang merupakan daerah pertanian.


Irvan berjalan menuju pohon besar itu tumbuh, lalu duduk pada batu besar yang ada di bawahnya. Dia menarik napas panjang lalu membuang pandangannya pada beberapa orang laki-laki yang sedang sibuk memukul bongkahan-bongkahan batu besar yang ada di sungai, kira-kira dua meter dari tempatnya duduk. Suara dentingan bersahutan antara orang yang satu dengan yang lainnya. Batu- batu itu kini sebagai mata pencaharian kedua bagi penduduk setempat, setelah bertani dan berdagang. Sudah ke-empat kalinya ia mendatangi pohon itu dalam satu tahun terakhir. Jakarta-Purwokerto Bukanlah perjalanan yang singkat karena harus di tempuh perjalanan sekitar delapan jam dengan kendaraan pribadinya. Hanya satu tujuan yang membuatnya rela kembali berulangkali. Satu sosok perempuan kecil yang membuatnya hidup hingga saat ini.Sebuah pertanyaan yang membuatnya terus mencari di mana gerangan ia dapat menemukan jawaban itu.

Memang, perjalanan ini terasa begitu jauh. Tapi tunggulah. Gembala kecil akan menemukanmu. Terlalu muda bagi kaki kita untuk mengenal kata lelah. Apalagi untuk menyerah.



***
"Kata bapak pohon ini ada penunggunya," ucapan lugu dari bibir mungil Tiva membuat Irvan menatap heran kearah pohon besar yang ada di belakangnya. "Benarkah?," ujar Irvan tak percaya. Bagi ukuran anak kota seperti Irvan mitos itu hanya sebuah lelucon menjelang tidur. Tidak ada hal yang mampu membuatnya merasa takut. Itulah sebabnya ia terpaksa dikirim orangtuanya ke kampung. Yah... karena keberaniannya yang sudah terlalu berlebihan. Dia menyiramkan air minum ke arah muka guru les-nya.

"Iya..." Tiva menegaskan, "dan kamu tahu?" Irvan pun menggeleng menanggapi pertanyaan Tiva. Tentu saja belum tahu gadis itu saja belum bercerita. Tiva menundukkan kepalanya lalu dicabutnya sehelai bunga ilalang yang telah mekar berwarna putih seperti kapas lalu ditiupnya batang bunga ilalang tersebut. Irvan menyaksikan serbuk-serbuk putih berterbangan dihadapannya. Indah.

"Beberapa tahun lalu, ada bapak-bapak yang mau nebang pohon ini," Tiva menghentikan ucapannya sejenak lalu meloncat keatas batu besar di sebelahnya.

"Lalu," rupanya Irvan mulai penasaran dengan cerita gadis itu.

"Orangnya sakit, lalu meninggal,"

Irvan menaikan alisnya, bukan karena dia takut akan kisah yang diceritakan Tiva, tapi dia merasakan sesuatu nada yang aneh ditelinganya. Intonasi suara gadis itu berbeda dengan ucapan anak-anak kecil seumuranya. Entahlah dia belum bisa menyimpulkan. Ucapan gadis itu lebih merdu ketimbang suara guru les-nya, atau omelan mamanya saat marah. Bahkan suara Tiva jauh lebih menarik dari suara rayuan opa-nya saat membujuknya dengan iming-iming hadiah.

***


Suara Tiva telah membujuknya untuk datang berulang kali. Ah bukan, lebih tepatnya keinginannya untuk mendengar suara itu lagi. Dia merindukan Tiva. Merindukan kisah-kisah yang dia simpan. Kisah selama mereka terpisah selama 18 tahun. Keinginnanya untuk segera menceritakan apa yang ia alami selama ini.


Ah...gadis rumput desahnya amat lirih bersamaan dengan hembusan angin. Irvan berdiri dia memasukan tangan kananya kedalam kantong celana sambil menengok ke arah kiri dan kanan.

"Mas, sedang cari siapa?" suara dari seorang lelaki setengah baya yang datang secara tiba-tiba itu  telah membuatnya tersentak. Seorang lelaki berkulit hitam dengan kaos yang telah berlubang disana-sini. Ia mengenakan topi lusuh berwarna hitam. lelaki itupun tersenyum ke arah Irvan.

"Ah, anu pak...." Irvan menghentikan ucapannya saat ponselnya bergetar. Ia melirik nomer yang tertera pada layar.
               
                      Cecilia

Irvan memasukan kembali ponselnya tanpa berpikir panjang. Cecilia adalah gadis yang sejak dua tahun lalu menjadi wanita terdekatnya. Dia seorang dokter spesialis kecantikan, cantik, pintar, tentu saja dari keluarga yang tidak biasa. Hanya saja saat ini perasaannya telah memudar. Terlalu kejam memang tapi lebih kejam bila harus mempertahankan hubungan yang telah sakit. Karena hanya menyiksa diri dan tidak mungkin mencurahkan kasih sayang dengan sepenuh hati.

Irvan mengulurkan tangannya pada bapak-bapak tadi. "Saya Irvan, Pak."

"Saya Joko, RT di sini," Lelaki yang mengenalkan namanya dengan nama Joko itu menyambut uluran tangan Irvan. kesempatan itupun tak mau ia sia-siakan untuk menanyakan keadaan Vita si gadis rumput. Dari beliau Irvan mendapat keterangan bahwa Vita menjadi seorang bidan di sebuah desa, yang tak jauh dari desa yang sekarang ia kunjungi. Setelah meminta alamat tepatnya, Irvan bergegas mengarahkan mobilnya menuju sebuah desa yang dimaksud.
Dalam perjalanan menuju sebuah desa yang bernama Gumelar, ponsel Irvan sudah berkali-kali berbunyi. Namun tetap saja tak ia hiraukan. Ia mengarahkan mobilnya kearah selatan berbelok pada sebuah pertigaan, setelah berhenti untuk menanyakan keberadaan desa tersebut pada tukang ojek yang magang disitu. Menurut tukang ojek tadi ia baru sampai di daerah Karang Bawang sehingga masih membutuhkan waktu sekitar satu jam untuk sampai di desa Gumelar.

Setelah bertanya beberapa kali akhirnya Irvan sampai pada sebuah pertigaan ke-lima yang katanya pertigaan Karang Anyar. Dari situ ia belok ke kiri menuju sebuah Puskesmas tempat Vita bertugas.  Disana ia mendapati beberapa ojek yang sedang mangkal lalu menyebarkan pandangan untuk mencari keberadaan Puskesmas yang dimaksud. Ternyata memang tak jauh dari tempatnya berdiri. hanya beberapa meter dari tugu yang terletak di tengah jalan. Ia menuruni tangga Puskesmas lalu bertanya pada petugas. "Oh, Ibu vita? ada pak. Sebentar saya masuk apakah beliau sedang sibuk atau tidak?" Irvan hanya menganggukan kepalanya sebagai persetujuan. Jantungnya berdenyut semakin cepat, sudah tidak sabar rasanya menunggu bertemu orang yang selama 18 tahun ia rindukan. Tak lama kemudian suster keluar untuk mempersilahkan Irvan masuk kedalam ruangan Ibu Vita.

Seorang wanita berkacamata tersenyum sambil berdiri sebagai sambutan kedatangan Irvan. Lalu Irvan pun duduk setelah dipersilahkan.

"Maaf, benar anda Vita si rumput liar?" ucap Irvan dengan bibir bergetar.

Vita sendiri terdiam sejenak sambil membetulkan kacamatanya. "Anda? Irvan si bandel yang di buang karena menyiram guru lesnya dengan secangkir kopi itukah?"

Untuk beberapa saat mereka masih berbasa-basi untuk mengenang nostalgia mereka dimasa kecil. Hingga akhirnya dia memberanikan diri untuk bertanya status Vita.

Sebuah kenyataan yang harus ia terima ternyata jauh lebih menyeramkan dari yang ia bayangkan. Karena ternyata Vita telah memiliki suami bahkan sudah memiliki seorang putra yang baru berumur satu tahun. Vita masih ingat betul, bagaimana dulu mereka berdua sepanjang hari bermain-main di sawah dekat sungai, duduk di bawah pohon besar sampai sore.
"Aku pasti menjemputmu, ingat itu." Itu adalah kalimat terakhir Irvan saat orangtuanya datang menjemput dirinya  kembali ke jakarta 18 tahun silam. Vita adalah seorang yatim piatu yang tinggal bersama neneknya.  Ayah dan ibunya meninggal dalam sebuah kecelakaan kendaraan umum saat pulang dari pasar. Meski demikian Vita adalah anak yang cerdas sehingga seorang Irvan yang terkenal bandel pun mampu berubah setelah mengenal dirinya.


"Kenapa kau melupakan janjiku, Vit?  bukankah sudah kukatakan kalau aku akan menjemputmu," Irvan mendesah.

"Van, kita hidup di dunia nyata, bukan sinetron yang mempercayai janji seorang bocah berumur delapan tahun, Kehidupan ini tidak semudah yang kita bayangkan ada kalanya apa yang kita inginkan betul-betul sekedar mimpi yang tidak terjadi,"  Irvan terdiam mendengar kata-kata Vita. Mereka duduk di sebuah taman belakang Puskesmas karena kebetulan sudah waktunya untuk Vita pulang.


"Kamu ingat cerita pohon besar yang aku ceritakan dulu? Sebuah pohon yang  telah tumbang saja mampu berdiri kembali berkat tangan Tuhan. Jadi, jangan patah semangat untuk meneruskan hidup dengan mimpimu yang baru,Van."

Irvan menyesap tehnya lalu menatap wanita cantik dihadapanya, ia  nampak anggun dan berwibawa, "sungguh beruntung suamimu,Vit."

Vita hanya tersenyum penuh misteri menanggapi ucapan Irvan.

"Van, percayalah kebahagiaan bukan sekedar dari apa yang kita cari, tapi juga dari apa yang kita miliki. Karena dengan begitu kita akan tahu bagaimana cara bersyukur."

Meski kecewa karena Vita tidak mengijinkan dirinya bertemu dengan suaminya, Irvan akhirnya pamit dan meninggalkan wanita yang ia cari selama bertahun-tahun itu begitu saja. Apa yang ia cari tidak menghasilkan apa, tidak sesuai dengan yang diharapkan hanya saja ia bersukur karena hidup Vita tidak seburuk yang ia bayangkan.




MK, Taipe 29/10/2010
Cerpen ini dimuat di majalah Jelita

Rabu, 22 Desember 2010

Darah (FF)

Sudah berulang kali  saya menyeka keringat yang membanjiri dahi hingga pipi. Sialnya, saya harus berdesakan dengan udara pengap dan bau keringat dalam angkot. Entah kesalahan apa yang membuat mama memecat Pak Rahmat, supir pribadi kami. Setiap ditanya mama hanya menjawab, "... kan masih ada angkot". Sejak papa beristri lagi mama benar-benar tidak sudi untuk dinafkahi. Beliau pontang-panting membiayai kebutuhan keluarga.

Rasa lapar telah merangsang kecepatan langkah kaki saya,  melewati gang alternatif menuju rumah yang saya tempati. Alangkah kagetnya saat saya mendapati kertas merah tertempel  seisi rumah. Disita.

Saya langsung masuk ke kamar mama, merah di seluruh ranjangnya. Darah.


MK, Taipe 14122010

Ibu dan Telur Gosong

Dua puluh dua tahun dari tahun ini dimana tubuh saya masih diasupi ASI. Ibu sering memasak makanan yang kalau diingat sekarang berasa aneh mungkin malah jijik. Bayangkan saya pernah dibohongi kaki kodok, yang beliau bilang itu paha kaki burung. Alhasil saya pun mau makan sebagai lauk nasi malah ketagihan. :) Padahal kata orang kampung itu untuk obat.
Hari ini rasa sebuah telur yang setengah gosong telah mengingatkan saya pada sosok wanita cantik (iya dong) yang sudah lama tidak saya jumpai wajahnya.
Rasa telur itu mengingatkan saat saya sakit dulu.  Ibu menggoreng telur dialasi daun pisang lalu diletakan di atas wajan tanpa minyak. Orang-orang kampung menyebut itu sangan karena terbuat dari tanah. Kalau tidak salah saya terkena penyakit thypus atau tipes. Saya tidak boleh memakan makanan yang banyak mengandung minyak. Dan telur goreng saya yang setengah gosong  tadi siang benar-benar membuat saya ingin kembali ke masa lalu. Juga membuat saya yakin betapa berharganya saya buat beliau, saya sering mendapati beliau menangis saat saya sakit, bahkan digendongpun saya menolak karena memang cukup parah.  Bahkan  ibu menawarkan berbagai macam makanan dan mainan meski saya tahu orang tua saya bukanlah orang kaya yang dilimpahi rizki berlimpah. Demi kesembuhan saya apapun akan disanggupi. Untungnya waktu itu saya bukan anak yang nakal sehingga menginginkan banyak hal saat ditawari. Meskipun saya anak satu-satunya.

Suatu malam saya mendengar suara mangkok yang dipukul sendok, itu menandakan bahwa ada tukang bakso lewat dan saya menginginkannya. Dengan penuh ikhlas, demi saya, bapak saya pun mengejar tukang bakso tadi. Malangnya ternyata bakso itu telah habis. Bapak saya malah beli mie mentah sama tepung.  Saya kecewa tapi tidak  berani bilang. Beberapa menit kemudian ternyata semangkok mie rebus telah siap di hadapan saya dengan bulatan bulatan yang menyerupai bakso. Ah...itulah bakso versi ibu saya. Karena kebetulan ibu masak cukup banyak akhirnya memanggil tetangga yang kebetulan masih sodara  untuk makan bakso tepung bersama-sama. :)

Tulisan ini tidak akan pernah terbaca oleh ibu saya bahkan tidak akan pernah tahu kalau anaknya masih mengingat peristiwa 22  tahun yang lalu. Ibu saya bukan wanita berpendidikan, tapi beliau adalah ibu yang cerdas untuk saya. Beruntung ingatan saya cukup tajam sehingga peristiwa saat saya berusia 3 tahunan saya masih mengingatnya. Karena saya adalah anak ibu saya.

Mama you gave life to me, Turned a baby into a lady, Mama all you had to offer, Was the promise of a lifetime of love, Now I know no other Love like mother’s love. (Celine Dion)