Kita pernah saling terpesona dengan warna. Kau bilang warna cat pagar
rumahku bagus. Lalu aku pun menanggapi dengan hal serupa mengagumi
bentuk dan warna ruas jendela rumahmu. Di mana kau sering terlihat
tersenyum di sana, terkadang melambaikan tangan saat aku membuka pagar
rumah, aku melihatmu melongokan kepala di antara bingkainya sambil
menikmati secangkir kopi yang masih mengepulkan asap. Seperti itu setiap
pagi. Sebuah ritual yang entah di sengaja atau tidak menjadi suatu
kebiasaan. Tak butuh status, tentang apa yang sedang kita lakukan. Kau
dan aku saling peduli hanya itu yang bisa kuyakini.
Pagi
kesekian, aku tak melihat senyummu di jendela itu, tak ada aroma kopi
dari senyumanmu. Jendela itu masih tertutup rapat saat aku membuka
gerbang, menjelang aku berangkat kerja. Ruas jendela berwarna cokelat
muda itu jadi terlihat sangat biasa.
Aku mulai
terbiasa berangkat kerja tanpa menoleh ke arah jendela di seberang
rumah, rumahmu. Tanpa menghirup aroma kopi di pagi hari. Sesekali aku
hanya menangkap embun yang masih menetes di dedaunan sisa hujan semalam.
seikat bunga
kartu berwarna biru
di depan pintu
MK, Taipei 16032012
Catatan : yang membuat haiku adalah Mas Sinyo Manteman :), saya hanya membuat prosanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar