hendak kuceritakan padamu tentang cinta di beranda senja. meski tak
sebening aliran air sungai Nil, namun ia sungguh membuatmu tenang. pun
ia sanggup mengajakmu berjingkat, atau tersenyum di tepi jendela saat
rinainya mengetuk kaca. ia hanya hujan. angin utara membawanya singgah
pada musim di mana dingin membuatmu rindu pelukan.
Telah
kudengar meski samar, bagaimana mimpi menuntun langkah, ingin kulipat
selat agar jembatan tak perlu ada, do'a dan harap tlah menjadi bara
dimana gigil mulai melanda. telah kubisikan pada angin agar dia
menyimpan kata yang kututurkan pada awan. ia akan menyapamu di tepi
jendela, saat asap mengepul di atas cangkir kopi yang kau puja. pada
rerintiknya telah kutitipkan salam, hanya untukmu.
maka
sampailah sapa di antara semilir angin musim dingin, di selasela
rerintik hujan yang berebut turun menyentuh bumi. aku masih berkehendak
atas ia; rasa yang begitu sederhana seperti rindunya hujan pada tanah,
bukan hanya sekedar pada musimnya. di sini aku berdiri, menapaki
jejakjejak sekelumit kisah yang hendak kutinggal segera, lalu meramu
segala hal pada lembar baru.
Masih tersedia
kanvas, lahan untuk memberi warna , setelah hujan dan terik mentari
muncul pelangi yang akan menyusul. Kita akan menggambar sesuka rasa,
hingga langkah dan jemari lelah meniti, mari duduk sambil membingkai
jejak yang pernah dilalui. Untuk dibuka suatu hari, nanti.
akan
terbaca susunan huruf yang pernah kita eja, sampai pada titik
penutupnya. Pada cinta, di beranda senja ini aku ingin duduk bersamamu,
lalu membiarkan desau angin membawa musim berlalu di bibirmu yang
seperti kupukupu waktu itu.
MK, IPN, Batavia-Taipei, 15122011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar